Welcome to Nilna Husnayain

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah"
Follow Me
Keadilan perempuan atas haknya nampaknya belum sempurna ditegakkan. Berbagai permasalahan dan polemik seputar perempuan masih kerap kali muncul dan menjadi perbincangan media. Entah itu sebab Masyarakat Indonesia yang “bandel” atau kurangnya ketegasan penegak hukum atas kewajibannya. Masyarakat yang berbuat, masyarakat pula yang berkomentar atas perlakuannya. Hal-hal demikian harusnya dapat menjadi evaluasi pemerintah ketika rapat bersama jajaran-jajaran di dalamnya. Apa yang harus mereka lakukan terhadap permsalahan komples seputar perempuan yang masih kerap di acuhkan. Bahkan mengenai hak dasar atas kodrat seorang perempuan, yakni hamil, melahirkan dan menyusui masih sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah. Bahkan seakan-akan pemerintah terkesan menyepelekan hak hak mestinya diberikan tersebut. Terbukti dengan adanya kejanggalan mengenai Peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, bahwa cuti untuk pekerja wanita yang hamil melahirkan dan menyusui hanyalah 3 bulan. Meskipun sekrang telah terdengar wacana bahwa Ketua DPR RI, Puan Maharani telah mendorong perpanjangan masa cuti tersebut menjadi 6 Bulan. Ketentuam tersebut terdapat dalam Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu Anak (RUU KIA) yang saat ini masih ini masih belum jelas nasibnya. Mengenai usaha Puan dalam menaikkan masa cuti hamil tersebut banyak mendapat apresiasi dari masyarakat. Salah satunya oleh Ketua Umum AIMI-ASI Nia Umar. Nia mengatakan di Kawasan Asia Tenggara, baru negara Vietnam yang memberikan cuti selama enam bulan kepada pekerja perempuan. Indonesia bakal menjadi negara kedua yang memuat ketentuan itu apabila RUU KIA disahkan menjadi undang-undang (UU). Menurut Nia, Indonesia bisa belajar dari Vietnam. “Vietnam kan sudah kayak Tiongkok-nya Asia Tenggara, karena tiba-tiba produktivitas orang naik, perekonomian naik cepat. Nah, kita harus bisa melihat bahwa jangan-jangan memberikan manfaat untuk melindungi menyusui, melindungi kesejahteraan ibu dan anak itu bukan burden, tetapi memberikan boost ekonomi yang baik juga,” tuturnya. Menurut Nia, kemajuan Negara Vietnam baik dalam ranah perekonomian maupun produktivitas masyarakatnya, berawal dari pemberlakuan cuti hamil melahirkan selama 6 bulan. Karena dengan cuti hamil melahirkan selama 6 bulan kepada para pekerja perempuan, akan lebih memberi perlindungan terhadap para ibu untuk menyusui, menyejahterakan, menyehatkan, dan memberikan waktu bersama yang lebih lama antara ibu dan anak. Karena dengan memberikan waktu yang lebih lama antara ibu dan anak tersebut akan menjadikan ibu dapat mengoptimalkan pemberian asi dan kasih sayang kepada bayinya. Sehingga gizi serta pendidikan dasar dari sang ibu juga dapat tersampaikan secara maksimal. Namun meskipun demikian, nampaknya hal tersebut masih jauh dari ketentuan yang telah di tegaskan Allah di dalam al Quran. Allah telah memberikan anjuran mengenai masa pemberian ASI yang idel kepada anak, yakni di dalam QS Al Baqarah ayat 233. ÙˆَالْÙˆَالِدٰتُ ÙŠُرْضِعْÙ†َ اَÙˆْÙ„َادَÙ‡ُÙ†َّ Ø­َÙˆْÙ„َÙŠْÙ†ِ ÙƒَامِÙ„َÙŠْÙ†ِ Ù„ِÙ…َÙ†ْ اَرَادَ اَÙ†ْ ÙŠُّتِÙ…َّ الرَّضَاعَØ©َ ۗ 233. Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dalam ayat tersebut sudah sangat jelaas bahwa Allah menganjurkan bagi para ibu untuk menyusui anaknya selama 2 tahun penuh, jika memang sang ibu memiliki keinginginan untuk menyusui sang anak secara sempurna. Namun tentunya keinginan tersebut akan terhambat ketika sang ibu memiliki tanggung jawab sosial lain. Dimana tanggung jawab tersebut harus ia laksanakan secara mutlak. Selain itu, apabila ia memilih untuk meninggalkan pekerjaannya dan menyempurkan penyusuan terhadap anaknya, justru akan membahayakan keberlangsungan hidup anak itu sendiri. Bisa jadi pendapatan ekonomi keluarga menjadi amat berkurang, karena ibu sudah tidak dapat membantu bekerja lagi. Atau bahkan bila pekerja tersebut adalah seorang janda. Sudah pasti satu-satunya penghasilan hanyalah berasal dari sang ibu. Meskipun di dalam RUU KIA, Puan menegaskan bahwa ibu wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja, namun hal demikian belum mencukupi. Karena maksud Allah mengenaai penyusuan 2 tahun tersebut adalah agar proses penyusuan bisa berlangsung kapan dan dimana saja. Sehingga ketika proses ibu memberikan asi kepada anak, ibu bisa lebih berinterksi secara mendalam kepada anak. Sedangkan, jaminan mengenai perlindungan penyusuan saat bekerja tersebut tidak bisa berlangsung secara maksimal. Bahkan tidak jarang, bagi para ibu yang benar benar merasa sibuk, merelakan anaknya untuk mendapatkan asupan susu formula saja setelah usia bayi genap 6 bulan. Padahal, WHO merekomendasikan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. Pemberian ASI sampai 2 tahun atau lebih membantu matangnya sistem kekebalan tubuh, perkembangan otak, sistem pencernaan dan lainnya. oleh karena itu, hasil riset menunjukkan bahwa stunting yang banyak terjadi di Indonesia disebabkan oleh kekurangan asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi yang tak memadai. Salah satu asupan gizi yang pertama dan paling utama bagi bayi adalah ASI eklusif. Disinilah tugas kita sebagai generasi muda. Tak hanya bagi para pemudi, namun pemuda juga harus berani menyuarakan kebenaran ini. Karena generasi yang akan meneruskan perjuangannya kelak juga berasal dari ASI seorang wanita. Masa depan bangsa ini juga ditentukan oleh para bayi yang diasuh oleh perempuan-perempuan yang sedang dijajah oleh para penguasa dan pemangku kebijakan. Saatnya menentang dan terus memperjuangkan hak keperempuanan. Demi anak bangsa yang lebih matang.
Air mata jatuh tak menentu. Menyisakan luka yang membekas biru. Entah kapan ia akan kembali menghias kalbu Atau mungkin tak akan berkenan kembali bertamu. Saat itu kau coba meyakinkanku. Terus merayu dengan segala sihir jiwamu. Berusaha menggapai segala anganmu. Hingga benteng keraguanku hancur terkulai layu. Namun saat ini, Entah ujian atau cobaan. Entah pertanda atau berita. Siluet pedang itu menembus dada. Menusuk kalbu yang slama ini erat ku jaga. Hati ini meraba. Pikiran ini mengawang. Satu pertanyaan muncul dalam benak. Apa salahku? Engkaupun tak bisa menjawab pertanyaan sepele itu. Ku hanya ingin membantu. Memperjuangkan segala hak kemanusiaan. Memberikan rasa nyaman. Menciptakan rumah terindah. Tuk kehidupan masa depan yang lebih mewah. Harapku.. Jika memang tak pantas, katakan. Jika memang tak layak, utarakan. Semoga tak aka nada lagi hati yang membiru. Tak ada tangis yang tersedu. Yang ada hanya doa yang terus menderu. Hingga tuhan memperkenankan kita bersatu.
Hasil Diskusi Kelompok 4. Anggota: 1. Nilna Husnayain 2002016042 2. Anisarahma 2002016061 3. Achmad Dairobi 2002016062 4. Akhmad Zidny Fahmi 2002016064 UAS SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Mengenal Lebih Dalam Mengenai Lembaga Peradilan Khusus di Indonesia Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Kejahatan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah masuk dalam wilayah akut atau dapat dikatakan sudah pada titik yang sangat nadir. Korupsi dilakukan tidak saja secara bersama-sama, tapi sudah dilakukan secara sistemik oleh para pihak dengan harapan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Adanya korupsi yang sangat luar biasa ini tentu menghambat keberlangsungan pembangunan di Indonesia. Tindak Pidana Korupsi sebagai perilaku extra ordinary crime yang mengancam cita-cita negara yang memerlukan penanganan hukum secara lebih serius, betapa tidak korupsi sudah dimana-mana melanda masyarakat indonesia dan sudah memasuki semua kalangan,seperti sudah tidak ada rasa takut, malu serta dosa bagi mereka yang melakukan kejahatan tindak pidana korupsi. Untuk memerangi tindak pidana korupsi tersebut sangat diperlukan penegak hukum yang concern untuk memberantasnya. Oleh Karena itu berdasarkan amanah Undang-undang No 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mampu untuk memberantas tindak pidana korupsi tersebut, oleh karena itu perlunya suatu penguatan untuk melaksanakan tugas-tugasnya bukan melemahkan atau mengkriminalisasi kannya peran dan fungsi KPK. Di Indonesia, keberadaan KPK merupakan wujud politik hukum ketata- negaraan guna memberantas “Tindak Pidana Korupsi” yang dianggap sebagai kejahatan sangat luar biasa (extra ordinary crimes). Tugas dan wewenang KPK menurut UU Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 6 dan 7 yaitu; Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pembe-rantasan tindak pidana korupsi. b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pembe-rantasan tindak pidana korupsi. c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahannegara. Pasal 7 Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: 1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutantindak pidana korupsi. 2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. 3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindakpidana korupsi kepada instansi yang terkait. 4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansiyang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Amanat undang-undang menjadikan KPK sebagai lembaga super (superbody). Semua proses tindakan hukum dan upaya hukum, sejak tindakan penyidikan, penuntutan dilakukan oleh KPK. Tersangka korupsi diadili di pengadilan khusus tindak pidana korupsi (Peradilan Tipikor), bukan oleh penga-dilan umum. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengambilalih kasus tindak pidana korupsi yang sedang ditangani instansi penegak hukum lainnya (penyidik kepolisian dan kejaksaan), jika hingga batas yang ditentukan kasus yang ditangani belum selesai. Meskipun sudah ada KPK, bukan berarti penyidik polisi tidak berhak lagi mengusut kasus korupsi. Pengusutan terhadap tindak pidana korupsi merupakan salah satu tugas polisi dalam rangka penegakan hu-kum. Dalam Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 14 ayat (1) g, disebutkan bahwa polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Korupsi termasuk dalam salah satu tindak pidana sehingga dapat dilakukan tindakan hukum oleh penyidik polisi. Konsekuensi dari lahirnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah pembentukan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) yang berada dalam lingkungan peradilan umum. Pengadilan Tipikor bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK. Keberadaan pengadilan Tipikor, berimplikasi terdapat dua pengadilan yang berwenangmengadili tindak pidana korupsi yaitu, Pengadilan Negeri (Pidana) dan Pengadilan Tipikor. Perbedaannya, terletak pada instansi yang mengajukan upaya hukum tindak pidana korupsi, yaitu KPK, atau Kejaksaan. Sementara tindak pidana korupsi yang merupakan kewena-ngan kedua pengadilan itu sama, yaitu tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara substansial maupun secara struktural law enforcement di Indonesia, diperlukan pemberdayaan hukum sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan hukum, termasuk pemberdayaan institusi atau lembaga yang memiliki kewenangan melakukan tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi tanpa kompromi. PENANGANAN KORUPSI NEGARA KITA DINILAI BELUM MEMBERIKAN EFEK JERA BAGI KORUPTOR Korupsi masih menjadi bahan persoalan di Indonesia. Korupsi juga yang menghambat pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pemberantas korupsi, peran penegak hukum yang tegas bertanggung jawab,cerdas dan berintegritas sangatlah diperlukan. peran penegak hukum tidak hanya menindak tegas saja, namun juga melakukan pencegahan terjadinya korupsi. Masyarakat geram bila ada pejabat negara melakukan korupsi, mengeruk uang rakyat untuk memperkaya pribadi.Terlebih uang yang dikorupsi adalah anggaran pemerintah untuk meringankan beban rakyat di masa pandemi.Dan tentu saja masyarakat makin kecewa "nyesek" apabila hukuman bagi pelaku korupsi dianggap ringan, tidak sebanding penderitaan rakyat akibat ulah koruptor tersebut.Padahal masyarakat berharap koruptor dihukum seberat-beratnya, dan bila perlu dimiskinkan alias disita harta kekayaan hasil kejahatan korupsi tersebut.Tujuannya adalah, memberi efek jera dan supaya tidak terulang kembali perbuatan korupsi di kemudian hari. Sekaligus mengembalikan uang rakyat yang telah dikorupsi kepada kas negara. Jika hukuman bagi koruptor benar-benar diperberat, dan pelaku korupsi dimiskinkan, harta dirampas, maka logika sederhananya, pejabat akan takut menerima suap, atau sogokan/gratifikasi, setoran naik pangkat, markup, fee proyek, dan serupanya. Tetapi kenyataannya, negeri tercinta ini tak pernah sepi dari kejadian korupsi Dilakukan oleh pejabat di pusat maupun di daerah. Kasus korupsi yang mencuat hanya sebagian kecil saja. Yaitu yang ditindak KPK atau penegak hukum lainnya. Sedangkan kejahatan korupsi yang "tidak ketahuan" atau "belum ditindak" masih banyak lagi. KPK senantiasa terus berbenah untuk menyempurnakan metode penanganan korupsi di Indonesia. KPK, telah banyak melakukan terobosan agar pemberantasan korupsi tidak menimbulkan kegaduhan. KPK Bikin Banyak Terobosan Agar Berantas Korupsi Tak Gaduh. pihaknya telah melakukan berbagai cara untuk menangani korupsi di Tanah Air. Seperti misalnya, pendekatan asset recovery, penerimaan negara bukan pajak serta memitigasi perilaku korupsi. KPK juga turut bersinergi dengan Kejaksaan Agung untuk menerapkan pasal pencucian uang kepada para koruptor sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK juga tengah mengejar aset-aset koruptor yang berada di luar negeri. KPK tengah menjalankan konsep trisula untuk membangun budaya antikorupsi. Trisula pertama yakni pendidikan dalam upaya membangun dan menanamkan nilai, karakter, budaya dan peradaban manusia Indonesia yang antikorupsi. Trisula kedua adalah mengedepankan upaya pencegahan dan monitoring di mana KPK akan fokus bekerja di hulu, melakukan penelaahan dan kajian regulasi yang membuka celah korupsi. Hal ini sesuai amanat UU KPK bahwa lembaga antirasuah masuk ke seluruh instansi demi membentuk regulasi yang antikorupsi. Trisula terakhir yakni penindakan yang tidak sekadar hukuman badan, tetapi juga perampasan aset hasil korupsi demi pemulihan kerugian negara. Firli berharap dengan konsep trisula KPK itu, masyarakat dapat melihat korupsi sebagai jalan sesat. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyoroti soal penindakan hukum terhadap terpidana kasus korupsi sepanjang 2021 yang dinilai masih belum memberikan efek jera dan pengembalian kerugian negara yang minim. Menurut Abdul, yang harus dibenahi adalah soal kepekaan aparat penegak hukum, terutama jaksa penuntut umum dari Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta hakim, dalam melakukan penuntutan dan menjatuhkan vonis. Abdul mengatakan, karena korupsi digolongkan kejahatan luar biasa, maka seharusnya cara pandang aparat penegak hukum dalam menghadapi perkara itu tidak bisa disamakan dengan kasus pidana umum. "Masalahnya kan sudah jelas, menurunnya kepekaan aparat penegak hukum terutama pada kasus kasus korupsi yang seharusnya ditempatkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime)," Pada kenyataannya hanya dilihat sebagai perkara biasa, itu artinya kepekaan penegak hukum (jaksa dan hakim) sudah bergeser," sambung Abdul. Selain persoalan kepekaan, Abdul juga mempersoalkan tentang hakikat dari menghukum para pelaku tindak pidana korupsi. Menurut dia, para penegak hukum seharusnya tidak hanya fokus memberikan hukuman penjara kepada koruptor, tetapi juga berupaya untuk membuat pelaku mengganti kerugian negara dengan setimpal."Salah satu tujuan penuntutan perkara korupsi itu adalah pengembalian kerugian negara yang sebesar-besarnya, tetapo kenyataannya justru yang terjadi seolah-olah penghukuman badan itu menjadi tujuan utamanya," ujar Abdul. "Sehingga upaya untuk mengembalikan kerugian negara terabaikan, bahkan cenderung dianggap sepele. Karena itu terlihat jaksa dan pengadilan kurang sungguh-sungguh untuk menyita aset koruptor yang seharusnya dikembalikan kepada negara," lanjut Abdul. Dalam paparan pada akhir pekan lalu, ICW menyoroti tiga titik kelemahan penegak hukum dalam tren putusan kasus korupsi, yakni dari vonis yang ringan, tuntutan jaksa dari Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai kurang maksimal, sampai pengembalian kerugian keuangan negara yang tidak sepadan dengan nilai korupsi. Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam jumpa pers daring yang diunggah di kanal YouTube, Minggu (22/5/2022), sepanjang 2021 terdapat 1.282 perkara dan 1.404 terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi serta pihak kejaksaan, baik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri. Akan tetapi, dari ribuan perkara itu, rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum dari kedua lembaga itu hanya 4 tahun 5 bulan. Sedangkan untuk kasus korupsi yang dikenakan pasal dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara, rata-rata tuntutannya 55 bulan atau 4 tahun 7 bulan. Sementara, untuk perkara dengan hukuman maksimum 5 tahun penjara, rata-rata tuntutannya hanya 2 tahun 9 bulan. Menurut Kurnia, terdapat peningkatan tren tuntutan dibandingkan 2020. Meski begitu, ICW memandang hal tersebut belum memuaskan lantaran peningkatan trennya yang rendah.Selain itu, latar belakang terpidana korupsi yang merupakan pejabat publik seharusnya membuat jaksa memberikan tuntutan hukuman yang lebih maksimal. Korps Adhyaksa tercatat menjadi lembaga yang paling banyak memberikan tuntutan ringan (0-4 tahun penjara). Total, ada 623 terdakwa yang dituntut ringan. Sementara, yang dituntut sedang (4-10 tahun) ada 587 terdakwa, dan hanya 44 terdakwa yang dituntut berat atau lebih dari 10 tahun. "Kita tahu surat tuntutan tidak berdampak langsung pada terdakwa karena hakim memutus berdasarkan surat dakwaan. Namun, dari tuntutan, kita bisa melihat perspektif menegak hukum, apalagi mereka dianggap sebagai representasi korban yaitu dalam hal ini negara dan masyarakat," ujar Kurnia. Selain itu, kata Kurnia, tren vonis hakim dalam perkara korupsi sepanjang 2021 dinilai belum mencerminkan rasa keadilan. Sebab rata-rata vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa korupsi pada tahun lalu sekitar 3,5 tahun penjara. Yang dituntut dari korupsi sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) adalah treatment (penanganan) yang juga luar biasa dan tidak sama dengan tindak pidana umum, termasuk di dalamnya tuntutan penegak hukum dan juga vonis majelis hakim," lanjut Kurnia. ICW juga menyoroti sisi pengembalian kerugian keuangan negara dari kasus korupsi sepanjang 2021 yang dinilai tidak sebanding. Menurut Kurnia, 2021 juga menjadi tahun di mana angka kerugian negara yang tercatat akibat kasus korupsi, terbanyak dalam lima tahun terakhir yakni sebesar Rp 62,9 triliun. Akan tetapi jumlah pengembalian kerugian keuangan negara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap pelaku rasuah hanya Rp 1,4 triliun atau 2,2 persen. ICW menemukan, rendahnya jumlah uang pengganti ini tak terlepas dari pidana penjara pengganti pada 2021 yang, jika dirata-rata, hanya selama 1 tahun 2 bulan penjara. Hal ini ditengarai membuat para terpidana memilih menjalani pidana penjara pengganti, ketimbang harus membayar uang pengganti yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, ratusan juta, atau miliaran rupiah. "Pemberian efek jera tidak cukup jika hanya mengandalkan pemenjaraan, tapi mesti paralel dengan pengembalian kerugian negara," kata Kurnia. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia Ketut Sumedana mengatakan catatan itu merupakan kewenangan ICW untuk memberikan penilaian. "Itukan penilaian mereka kita tidak bisa membatasi," ujar Ketut saat dihubungi Kompascom, Senin (23/5/2022). Menurut dia, jajaran Korps Adhyaksa tetap bekerja secara maksimal untuk memberikan kinerja yang lebih baik. Ia juga mengatakan, catatan ICW itu akan dijadikan bahan instrospeksi jajaran. "Semua kita jadikan bahan introspeksi dan motivasi kedepan untuk kinerja kejaksaan lebih baik," ucap dia. Peradilan ad hoc di Indonesia Pada Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (“UU Pengadilan HAM”) dijumpai istilah “pengadilan HAM ad hoc”, sebagai berikut: Undang-undang ini mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Pengadilan Umum. Jonaedi Efendi, dkk dalam buku Kamus Istilah Hukum Populer (hal. 26) mendefinisikan ad hoc sebagai: Untuk tujuan ini; untuk itu (yaitu untuk suatu tugas atau urusan tertentu saja, khusus. Masih dari sumber yang sama, disebutkan beberapa contoh penggunaan istilah ‘ad hoc’, yaitu panitia ad hoc dan hakim ad hoc (hal. 26). Selain itu, ad hoc juga dapat diartikan sebagai “tidak permanen”, sebagaimana diterangkan Jimly Asshiddiqie dalam artikel Hubungan Antara Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945 (hal. 8): “...ada pula lembaga-lembaga yang hanya bersifat ad hoc atau tidak permanen.” Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan pengadilan ad hoc adalah suatu pengadilan yang bersifat tidak permanen dan sejak semula dibentuk hanya untuk sementara waktu dan dikhususkan untuk menangani perkara tertentu. PENGERTIAN HAKIM AD HOC Pengertian ad hoc adalah suatu pembentukan untuk tujuan khusus. Jadi dapat dikatakan bahwa hakim ad hoc adalah hakim, berasal dari luar pengadilan yang punya pengalaman dan spesialisasi pengetahuan dalam bidang tertentu, yang direkrut secara khusus untuk tujuan tertentu, dalam menangani perkara tertentu. Pada Pasal 1 butir 9 UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 yang baru disebutkan bahwa : “hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman dibidang tertentu untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang”. Keberadaan hakim ad hoc dalam mengadili dan memeriksa kasus korupsi hanya terdapat pada Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Dalam konsideransi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi butir b disebutkan “bahwa lembaga pemerintahan yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas korupsi”. Pemeriksaan baik di tingkat banding maupun kasasi dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri 2 hakim karir dan 3 hakim ad hoc. Maka latar belakang masuknya hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena rendahnya faktor kredibilitas lembaga yang megadili perkara korupsi sebelumnya. Dalam proses pemeriksaaan perkara dalam pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) kedudukan hakim karir dan hakim ad hoc adalah sejajar yaitu sama sama mempunyai kewenangan untuk melakukan tugas tugasnya sebagai seorang hakim, yang membedakan hakim karir dan hakim ad hoc adalah proses pengangkatanya. Hakim karir pengadilan tindak pidan korupsi (Tipikor) harus berpendidikan sarjana hukum, berpengalaman menjadi hakim minimal 10 tahun daan diangkat serta diberhentikan oleh ketua Mahkamah Agung sedangkan pengangkatan hakim ad hoc adalah berdasarkan keahlian tertentu untuuk mengadili suatu perkara korupsi. Untuk menjadi hakim ad hoc tidak harus berpendidikan sarjana hukum melainkan boleh berpendidikan sarjana lainya dan berpengalaman dibidang hukum selama minimal 15 tahun.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang masih suka dan sangat percaya dengan hal-hal yang berbau mitos dan tahyyul. Terutama masyarakat yang tinggal di perdesaan. Masayarakat desa masih sangat mudah dipengaruhi oleh tradisi-tradisi lokal yang ada. Tradisi ataupun kebiasaan apapun yang hampir setiap hari mereka lakukan akhirnya dijadikan sebagai suatu hal yang wajib. Tidak bisa ditinggalkan, atau bahkan diganti dengan kebiasaan baru. Padahal amalan yang mereka lakukan tersebut bukan suatu hal yang benar-benar diwajibkan oleh Allah secara syariat. Bahkan amalan tersebut sebenarnya bisa ditinggalkan maupun diganti dengan amalan lain yang bersifat sebanding. Seakan-akan, ketika seseorang tersebut tidak melakukan amalan itu, maka seluruha amalan yang ia lakukan tidak akan sah dan bernilai ibadah dihadapan Allah. Contoh yang paling mudah dan paling sering penulis jumpai adalah amalan mengenai jumlah sholat rakaat tarawih, bacaan dzikir, dan bacaan qunut saat sholat subuh. Ketika amalan tersebut cukup untuk menggambarkan kekolotan masyarakat desa pada umumnya. Meski ada beberapa masayarakat desa yang mudah dan sudah bisa untuk menerima yang semestinya. Tiga hal yang penulis sebutkan tadi merupakan amaliyah-amaliyah organisasi islam yang cukup besar di kalangan umat muslim Indonesia, ormas Nahdlatul Ulama, atau yang biasa kita kenal dengan NU. Beberapa peristiwa yang penulis temui selama bersoisalisasi di masyarakat perdesaan adalah terlihatnya kebencian masyarakat terhadap amalan yang tidak sesuai dengan apa yang sudah biasa mereka lakukan. Sebagai contoh kecil, pernah suatu ketika di desa penulis ada seorang santri yang sedang berlibur di kampong halamannya. Karena dia termasuk anak kyai kampung desa tersebut, maka dia langsung ditunjuk oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin dalam jamaah kampungnya. Sang anak kyai ini merupakan anak pesantren modern yang sudah mengenal berbagai aliran keagamaan yang ada di Indonesia. Berbagai dasar ataupun dalil menganai berbagai amalan juga sudah ia ketahui. Saat ditunjuk untuk menjadi imam sholat berjamaah di masjid, iapun sengaja mencoba menggunakan wirid yang berbeda dari kebiasaan masyarakat kampungnya. Ia hanya mengambil beberpa alafadz wirid yang biasanya dan kemudian ditambah dengan wirid yang lain. Setelah sholat berjamaah selesai, ada seorang sesepuh kampung yang menghampiri santri tersebut. Ia menegur santri tersebut tentang bacaan wirid yang ia lantunkan saat menjadi imam tadi. Ia mengingatkan santri itu untuk jangan manggunakan wirid model seperti itu lagi. Namun menggunakan wirid yang seperti biasa mereka lafdzkan. Sesepuh kampung tadi juga mngatakan bahwa sebenarnya ia menyadari dan tahu bahwa wirid yang dibaca santri tadi juga diperbolehkan, bahkan ia juga mengetahui dalilnya. Namun ia tak bisa menyebarkan itu pada masyarakatnya, ia menganggap bahwa masyarakat kampungnya sudah terlalu kolot dan sangat mengakar pada amalan yang telah diajarkan oleh pemimpin kampung sebelumnya. Sesepuh desa tersebut mengatakan bahwa jika masyarakat desa diberi amalan yang tidak seperti biasanya, maka kemungkinan besar masyarakat akan menganggap bahwa amalan asing tersebut adalah amalan yang tidak benar. Amalan yang sesat. Sehingga menyebabkan masyarakt akan membenci dan menjauhi siapa saja yang membawa amalan baru tersebut. Hal ini membuktikan bahwa masih amat jarang orang yang berani menyebarakan kebenaran. Sebenarnya dia sudah tahu, namun karena keadaan masyarakat yang terlalu keras, menjadikan keberaniannya menciut atau bahkan menghilang. Masyarakat desa yang notabenenya sangat senang dengan amalan-amalan keagamaan. Sehingaa jika ada amalan keagamaan yang sudah mereka amalkan sejak lama, mereka akan sangat terus mempercayai dan menjadikan amalan itu sebagai amalan wajib yang terus menerus mereka lestarikan. Jika dianalisis lebih mendalam, hal tersebut sangat sering terjadi karena kurangnya kemandirian yang mereka miliki. Kemandirian disini terbagi menjadi 2 macam. Yakni kemandirian intelektual dan kemandirian finansial. Adapun mengenai kemandirian intelektual, penulis kira hal tersebut sudah cukup dan lumayan dimiliki oleh orang orang yang faham dalam bidangnya. Jika dalam kisah singkat yang penulis ceritakan tadi, sesepuh desalah orangnya. Terbukti, ia sudah tau bahwa amalan tersebut bukanlah hal yang wajib untuk selalu dikerjakan. Bahkan ada amalan lain yang lebih jelas ke afdolan dan referensinya. Sedangkan mengenai kemandirian finansial, hal tersebutlah yang menjadi kendala terbesar bagi mereka. Hal yang menjadikan mereka masih bergantung pada pengagungan orang lain. Masih sangat membutuhkan pengikut yang selalu membersamai mereka dimanapun berada. Hidup dari umat. Bukan menghidupi umat. Mungkin itu istilah yang tepat bagi pemimpin di zaman sekarang. Hampir dalam segala aspek. Bukan hanya dalam kisah singkat yang telah penulis tulis. Jadi ketika pengikut ini meninggalkan sang pemimpin, otomatis pemoimpin sudah tak memliki pemasukan untuk menghidupi dirinya maupun keluarganya. Sehingga tugas utama mereka, yakni amar ma’ruf nahi mungkar hanyalah menjadi retorika yang tak kan pernah ada habisnya. Inilah yang menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai calon penerus pemimpin umat dan bangsa. Memepersiapkan kemandirian sejak dini sangatlah penting. Baik itu kemandirian finansial maupun kemandirian intelektual. Agar ketika kita hendak bertekad untuk menjalankan tugas kita, yakni amar ma’ruf nahi munkar, tidak akan pernah terkendala oleh hal apapun. Termasuk masalah finansial. Hal tersebut sudah menjadi bukti bahwa pepatah yang berbunyi “logika tak bisa jalan tanpa adanya logistik” memang benar adanya dan teruji kebenarannya.

 

 


 

            Ayam jantan telah berkokok dengan begitu lantang. Suara khas yang berasal dari dapur itu menandakan kegiatan di rumahku sudah dimulai. Mesin motor yang sedang dipanasi pertanda bahwa ayah akan segera berangkat untuk mengais rezeki. Tangisan bayi kecil yang awalnya hanya remang-remang, kini mulai terdengar begitu keras. Keponakanku memang sedang melakukan rutinitas olahraga paginya dengan cara menagis sekencang-kencangnya. Namun, dari semua suara-suara tersebut, tak ada yang mendorongku untuk segera bangkit. Justru aku semakin nyaman dengan balutan selimut di seluruh tubuhku. Tubuh ini menolak ketika fikiran hanya minta untuk bangkit, meskipun itu hanya sekedar untuk duduk.

 

“Nak, ayo bangun. Segera sholat, lalu mengaji!” Teriak Ibu dari luar kamarku.

“Ehmmmm” Jawabku sambil bergeliat dan memaksa bangun.

“Cepat nak! Nanti kalau tidak segera bangun, akan terlambat sekolah juga lo”  Dengan suara yang sayup-sayup hampir tak dengar. Menandakan bahwa ibu telah meninggaalkan kamarku secara perlahan.

“Iya, Bu” Jawabku sambil beranjak dari istana kasurku.

 

Setelah menunaikan kewajiban beribadah, ibu menyuruhku untuk menjalankan rutinitas ba’da subuhku. Yakni menghafal surah” pendek. Perintah tersebut merupakan sejenis tiket sebelum aku memulai kegiatan pagiku. Baik itu memepersiapkan kuliah atau bahkan hanya berdiam dirumah. Namun kesalan terbesarku waktu itu, aku tak mau untuk menghafal. Menurutku menghafal surat-surat pendek ketika itu adalah hal yang sia-sia, tak ada gunanya. Ia akan sekedar di hafal, lalu hilang tanpa bekas. Lalu, untuk apa kawan-kawan menghafal dengan cucuran keringat dan  penuh perjuangan itu?


Setelah shalat, aku beranjak ke kamarku. Dan ketika itu, aku berpapasan dengan ibu

“Ayo, segera setoran ke ibu..” kata ibu memperingatkan.

“Iya, Bu, setelah ini saya hafalkan.” Jawabku malas.

 

       Aku pun tak tau faktor apa yang membuakut memiliki rasa sangat keberatan dalam menghafal. Padahal ibu hanya menyuruhku untuk menghafal minimal 1 ayat setiap paginya, dan setengah halaman ketika weekend. Namun entah mengapa sepertinya itu merupakan sesuatu yang sangat malas aku kerjakan.

 

       Disinilah aku memulai kelicikanku, kelicikan yang tak pernah kulupa sampai kapanpun. Aku menghafal di dalam kamar, setelah itu, aku menyetorkannya kepada ibu. Sedang ibu menyimakku sambil memasak.

Kelalaian ibu itupun aku manfaatkan. Aku tak pernah menghafal ayat-ayat itu. Namun,aku menulisnya di  secarik kertas. Ketika di dalam kamar, aku hanya bermain hp dan jika aku sudah mulai bosan, aku menulis ayat tadi di secarik kertas. Setelah itu aku keluar dan bilang pada ibu bahwa aku telah selesai menghafalkannya.   Ibupun menyuruhku untuk melafalkannya. Ketika ibu masih sibuk dengan pekerjaan dapun itu lah, aku mulai membaca ayat yang ku tulis dalam secarik kertas tadi.

       Seperti itulah yang terus menerus kulakukan hingga akhir kelas 6 SD, dan ibupun masih belum tahu kalau aku tak pernah menghafal selama ini.

Hingga akhirnya orang tuaku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku di pondok pesantren. Setelah masuk pondok pesantren, ada suatu moment yang membuatku begitu bertekad untuk menjadi seorang hifdzul quran.

 

       Akupun memberanikan diri untuk matur kepada Bu Nyai bahwa aku ingin bersungguh-sungguh menghafal kalamnya.

“Maaf, Buk. Saya ingin ikut menghafal al Quran.”, kataku dengan nada yang sesopan mungkin.

“Ooo, Iya, Mbak Nilna. Alhamdulillah jika memang benar-banar ingin ikut menghafal. Ibu ikut senang mendengarnya.” Uangkap Bu Nyai dengan raut bahagia.

“Lalu, persyaratan apa yang harus saya jalani dahulu, Bu? Apa saya harus memulai dengan surah apa atau mungkin saya harus memperbaiki bacaan sayua terlebih dahulu?” Tanyaku.

“Tidak usah, Mba Nilna. Saya sering mendengar kamu mengaji. Sepertinya bacaan kamu juga sudah cukup baik. Lalu, untuk masalah surah yang harus kamu hafal dahulu, saran ibu di mulai dari surah-surah pendek dahulu. Karena surah itu kan kamu juga sering mendengarkannya dari bacaan-bacaan shalat. Selain itu, nantinya surah-surah itu juga bisa kamu jadikan surah-surah ketika shalat.” Terangnya.

“Iya, Bu. Terima kasih.” Jawabku sambil pamit undur diri.

       Ketika awal proses menghafal kalamnya, terasa begitu semangat. Begitu bergairah. Bahkan sampai lupa waktu. Namun, ku tetap mengalami kendala disitu. Sebagian besar dari teman-temanku telah hafal juz 30 dari rumah. Sehingga ketika di pondok, mereka tinggal memurojaah saja dan langsung menuju ke juz 1. Begitu mulusnya perjalanan mereka. Tidak perlu usaha yang terlalu sungguh, tinggal murojaah sedikit saja, kalam-kalam itu begitu lancar dilafalkan.

Sementara aku, aku harus berusaha dengan mati-matian untuk mencapai kelancaran yang ku inginkan. Bahkan, tidak jarang ketika aku sudah berusaha semaksimal mungkin, hasilnya tak sepadan dengan apa yang telah kubayangkan dari awal.

Akupun kembali merenung tentang yang telah diperintahkan ibu sejak dulu. Perintah ibu kepadaku untuk menghafal ayat-ayatNya memang tidak sia-sia. Selalu ada manfaat dibalik semua itu. Namun, justru aku yang melalaikan perintah itu, sehingga baru sekarang aku merasakan kepedihnya.

       Kejadian ini mengajarkanku bahwa tugas, atau perintah apapun yang dibebankan orang tua kepada anaknya, pasti memiliki tujuan yang baik. selain itu, manfaatnya juga akan kembali kepada anak itu sendiri. Meskipun, ketika itu sang anak belum bisa merasakan manfaat apa yang ia dapatkan. Namun, dikemudian hari hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi si anak.

 

 Pesan :

Semua perintah dari orang tua pasti mempunyai tujuan yang terbaik untuk anaknya, meskipun kita tak tahu apa manfaatnya di hari ini, namun pasti ada manfaatnya di lain hari atau bahkan untuk masa depan kita.Oleh karena itu, jangan pernah menyepelekan apa yang telah diperintahkan orang tua selama itu sesuatu yang positif.









 

 



Bagimu  indah,,

Namun ku harus tabah..

Bagimu anugrah,,

Namun slalu ku ucap innalillah..

 

Bagaimana bisa kau nilai itu sebuah penghormatan.

Saat semua perlakuanmu justru menggoreskan luka yang teramat dalam.

Ambisimu, membunuhku.

Ya, membunuh setiap imajinasi hebat dalam benak.

Meruntuhkan sebuah istana megah yang telah ku ukir dalam sajak.

 

Luka ini, teleh mengakar dalam kalbu.

Tak menyisakan sedikitpun ruang tuk merindu..

Ah.. jangankan merindu,,

Mengingatmu saja rasanya sebuah neraka bagiku..

 


            Dalam kegelapan kala itu, ku jumpai siluet dirinya yang mulai menghampiriku. Saat aku tersesat, jatuh dan tersungkur. Tak tahu di mana ku dapat temukan cahaya. Yang ada justru hitam, kelam, suram yang datang bertubi”. Ku terjebak dalam kondisi yang amat kelam. Seakan dunia telah mengutuk seluruh scenario hidupku. 


Menurutku, alam tak henti” nya memohon kepada Tuhan untuk menyetting alur hidupku sedemikian rupa. Membuatku terpuruk, lalu jatuh cinta.  Ah, memang alam begitu pandai  membuatku  terkesima. 


Maha kuasa Tuhan atas segala takdirnya, Dia mengirimkanku pelita yang amat berharga. Aku terpana oleh segala perhatiannya. Merasa dihargai oleh semua perkataannya. Setiap geraknya bagaikan sumbangan nafasnya untukku. Terimakasih pada maha cinta, yang telah menumbuhkan rasa.  Melabuhkan pada bahagia. Lalu, membuat jatuh pada cinta. 


Iya, jatuh cinta. Aku memang sedang jatuh cinta. Jatuh yang membuatku sempat terluka. Dan cinta yang menjadikanku begitu bahagia. Semua terasa begitu berharga.  Seakan ku ingin slalu memuji tuhan  atas segala nikmat rasa, suka, dan cinta.


Namun, sepertinya tuhan sedang menunjukkan kuasanya. Begitu mudah bagiNya untuk membolak balik hati ini. Bermula dari biasa saja, menjadi teman tertawa, lalu saling berbagi cerita, tempat mencurahkan duka, berlanjut tumbuh sebuah rasa, dikuatkan oleh cinta, dan kini justru berakhir lara. 


Entah dari mana luka itu tumbuh. Aku pun belum menemukan jawabannya. Jadi, jika kau tanya “mengapa?”. Akupun akan menjawab “tak apa”. Kau tanya lagi “kamu kenapa?” jawabanku tetap pada arah yang sama “aku baik-baik saja”. Aku memang tak tau alasan apa yang harus ku berikan padamu, karena dirikupun tak pernah menjumpai jawaban atas semua kegundahanmu, semua murni dari Tuhanku. Namun, yang ku tau hanyalah satu “khawatirku kau kan menghilang dari sejarah hidupku”. Semoga saja itu hanya sebuah tamanni yang tak pernah tertulis di lauhul mahfudzNya. Aku masih ingin membersaimu dalam segala lika lakumu. Namun hanya sebagai penyongsong asa, bukan lagi pendamping cinta. 

Tenang saja, tidak usah berfikir yang bukan-bukan. Aku pasti akan menyeterilkan semuanya. Mengubah segalanya seperti sedia kala. Meskipun aku tahu, itu tak akan sempurna. Namun, aku akan mengusahakannya dengan cara yang begitu sempurna.


Tapi tenang saja, anggap saja semua berjalan sebagaimana sebelumnya. Jangan pernah anggap rasaku. Anggap saja aku masih diriku yang dulu. Masih suka akan hal-hal lucu. Dan slalu berusaha untuk membahagiakan diriku.  

Terima kasih teruntukmu. Pelita yang telah berhasil mengukir lara.


Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Translate

Latest in Tech

logo

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Proin tempus pellentesque consectetur.

Morbi tincidunt commodo dui, eu fringilla dui iaculis ac. Vestibulum viverra iaculis dignissim. Ut condimentum