Welcome to Nilna Husnayain

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah"
Follow Me

Bebaskan Mereka Berkaya, Maka Kau akan Peroleh Rasa Bangga



By  Nilna_husnayain     April 23, 2022     


 Memiliki anak hebat adalah impian setiap orang tua. Begitu pula bagi seorang anak sudah pasti harus memiliki impian yang hebat pula. Sedangkan tugas orang tua hanyalah terus mendukung, membantu dan mendoakan. Selama apa yang di impikan anak tersebut suatu hal yang positif dan bermanfaat bagi kehidupannya maupun orang disekitarnya.

Namun, bagaimana jadinya jika impian terbesar anak justru bertentangan dengan harapan orang tua kepada anaknya. Orang tua mewajibkan anak untuk menjadi apa yang dia harapkan. Namun nyatanya anak juga sudah menemukan jati dirinya sendiri, sehingga ia mulai memperjuangkan impian yang telah ia temukan.

Hal semacam inilah yang membuat anak merasa terkekang, bahkan mematikan anak secara perlahan. Bukan mematikan anak secara fisik, namun membunuh harapan besar yang telah lama ia dambakan.

Secuil sejarah peradaban yunani kuno telah menjadi bukti, bahwa orang tua termasuk menjadi hambatan bagi anak untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Karena ketika mereka terus menerus berada di bawah dekapan orang tua, maka yang terjadi anak tersebut akan menjadi anak orang tua selamanya. Anak yang harus slalu mengikuti keinginan orang tua selamanya.

Dalam sejarah peradaban yunani kuno, sejak umur 7 tahun anak-anak sudah dipisahkan dari dekapan orang tua dan di asramakan dalam suatu lingkungan. Mereka dibekali dengan pengajaran kenegaraan, bakat dan kemampuan yang mereka miliki terus diasah oleh para ahli, kemudian dijadikan anak negara dan memperoleh pendidikan militer di dalamnya.

Itulah salah satu siasat masyarakat yunani dalam memajukan peradabannya. Karena ketika seorang anak harus menjadi apa yang di inginkan orang tuanya, mereka akan memiliki tujuan sendiri-sendiri sesuai harapan orang tua mereka. Hal itulah yang menjadikan negara suatu negara berpecah belah. Tidak akan menyatu, karena tidak memiliki tujuan yang sama.

Indonesia memiliki berjuta anak bangsa yang cukup hebat dan berbakat di bidang masing-masing. Namun, tidak lebih dari 10% yang benar-benar dapat memanfaatkannya. Salah satu factor yang menghambat mereka adalah kurang atau bahkan tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan bakat di bidang mereka masing-masing. Tidak ada pihak yang mendukung mereka. Bahkn tidak jarang, impian yang mereka dambakan justru harus dipendam dalam dalam karena tidak diperbolehkan oleh orang tua mereka.

Berbagai alasan terus diungkapkan orang tua agar sang anak tidak mengembangkan kinginannya, dan berbalik arah untuk mewujudkan apa yang diharapkan orang tuanya.

Semua cerita suka duka juga tak luput  dari bumbu penguat dari alibi yang orang tua lontarkan. Seakan-akan merekalah yang paling berpengalaman dalam menjalani kehidupan. Padahal, tidak semua pengalaman hebat di dapat dari masa yang lama. Tetap tergantung dari sisi pandang mana orang tersebut menilai dan mengambil hikmahnya.

Seorang sastrawan legendaris juga sudah pernah menyampaikan keresahan mengenai permasalahan dasar ini di dalam prosa lamanya. Khalil Gibran ingin menyatakan kepada dunia, bahwa anak-anak mempunyai hak untuk menjalankan dan mewujudkan impian mereka masing-masing.

Sebagaimana dinasihatkan oleh Kahlil Gibran, “anakmu bukanlah anakmu.” Mereka memang lahir melalui kita, tetapi mereka bukan milik kita. Mereka bersama kita, tetapi mereka bukanlah milik kita. Sebab, jiwa-jiwa mereka adalah milik masa depan. Sebab, kehidupan itu menuju ke depan, bukan tenggelam di masa lampau.

Anakmu Bukanlah Anakmu

“Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir
melaluimu tetapi bukan berasal darimu.
Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu,
curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu
karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.

Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena
jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi
bahkan dalam mimpi sekalipun.

Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan
tidak tenggelam di masa lampau.

Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang melucur.
Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian.
Dia menentangmu dengan kekuasaanNya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap”.

Perbuatan mengekanga anak semacam itu juga dapat dikategorikan didalam تقتلواأولادكم.  Jika di zaman jahiliyyah dahulu, masih ada perbuatan munkar berupa mambunuh anak hidup-hidup. Maka, di zaman sekarang juga masih ada pembunuhan anak dalam artian yang tidak sebenarnya, yakni membunuh harapan atau impian anak.

Bahkan, jika lebih diperdalam kembali, membunuh semacam ini akan terkesan lebih tragis. Karena jika membunuh fisik, setelah mati mereka tak akan merasakan apapun. Namun, jika membunuh secara mental, mereka akan terus tersiksa setiap kali teringat atau bahkan melihat teman-teman yang lain telah berhasil mewujudkan impian mereka masing-masing.

Oleh karena itu, sesuai dengan nasihat yang telah dituliskan oleh khallil Gibran. Tugas orang tua hanyalah menjadi busur panah yang dapat meluncurkan anak panahnya pada sasaran yang tepat dan tentu dengan kasih sayang yang tak terhingga pula. Sehingga sang anak panah juga dapat meluncur dan meliuk dengan indah. Bukan justru terus menerus menggenggam anak panah itu untuk selamanya berada bersama mereka.


About Nilna_husnayain

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Maecenas euismod diam at commodo sagittis. Nam id molestie velit. Nunc id nisl tristique, dapibus tellus quis, dictum metus. Pellentesque id imperdiet est.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Translate

Latest in Tech

logo

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Proin tempus pellentesque consectetur.

Morbi tincidunt commodo dui, eu fringilla dui iaculis ac. Vestibulum viverra iaculis dignissim. Ut condimentum