Welcome to Nilna Husnayain

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah"
Follow Me

Hukum Islam dan Dinamika Feminisme dalam Organisasi Nahdlatul Ulama.



By  Nilna_husnayain     April 25, 2021     


         Feminisme adalah gerakan emansipasi perempuan yang mulai dikenal sekitar abad ke-18. Berbeda dengan banyak "isme" lainnya, feminisme bukanlah suatu konsep dan teori yang tunggal. Meskipun demikian, tetap ada pemaknaan yang dapat disepakati bersama mengenai apa itu feminisme. Setiap gerakan feminisme selalu mengandung dalam dirinya suatu "kesadaran feminis" yaitu kesadaran akan adanya perlakuan tidak adil terhadap perempuan, baik di ranah publik maupun di ranah domestik, serta suatu tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah kondisi timpang tersebut.

 

Berdasar perspektif kesadaran feminis tersebut, nabi Muhammad dapat digolongkan sebagai feminis. Beliau adalah pemimpin revolusioner yang mengangkat derajat perempuan dan menempatkannya pada posisi yang sangat tinggi dengan melawan mainstream kultur pada masanya. Dan perubahan radikal terhadap posisi perempuan dilakukan melalui tiga isu yakni isu mahar, waris dan poligami. Sebelum Islam, perempuan adalah objek yang tidak punya hak untuk bersuara, berkarya dan berharta. Tradisi mahar yang diperkenalkan Islam pada substansinya untuk mengingatkan masyarakat ketika itu bahwa perempuan adalah makhluk berharga. Mahar menempatkan perempuan sebagai subjek, sebagai manusia yang memiliki hak properti. Mahar menjadi milik kaum perempuan yang dinikahi, milik itu tidak boleh dirampas oleh siapapun termasuk orang tua mereka.

 

Kesadaran baru dalam relasi gender di Indonesia.

            Salah satu isu penting dalam gerakan feminisme di seluruh dunia, termasuk Indonesia adalah isu gender. Perubahan perubahan mendasar yang terjadi dalam hampir seluruh aspek kehidupan manusia membawa pengaruh yang tidak kecil terhadap pola relasi gender, terutama kaitannya dengan posisi perempuan dalam keluarga dan masyarakat serta perannya dalam pembangunan di semua bidang kehidupan. Di tingkat dunia, komitmen untuk mengubah relasi gender ke arah yang lebih adil dan setara terlihat sejak perserikatan bangsa-bangsa (PBB) mengambil langkah-langkah utama dengan menegaskan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam piagamnya tahun 1945 dan selanjutnya pada 1946 membentuk Commision on the Status of Woman atau CSW (Komisi Kedudukan Perempuan).

 

Masih di tingkat internasional, perhatian dunia terhadap upaya kesetaraan gender semakin terlihat dengan dicanangkannya tahun 1975 sebagai Tahun Perempuan ainternasional oleh PBB, dan tahun 1976 sampai 1985 sebagai dasawarsa PBB untuk perempuan. Selama periode ini upaya-upaya pengumpulan dan analisis berbagai data tentang situasi perempuan menjadi prioritas utama bagi PBB dan seluruh badan badan khususnya. Sungguhpun demikian analisis data dan indikator yang dikumpulkan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa walaupun telah dicapai sejumlah keberhasilan selama seperempat abad akhir, mayoritas perempuan masih tetap tertinggal jauh di belakang laki-laki dalam seluruh aspek kehidupan, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

 

Khusus bagi LSM dan kelompok feminis berbasiskan Islam, isu-isu ketimpangan an gender mengambil bentuk : Isu kepemimpinan perempuan, mayoritas umat Islam menolak perempuan menjadi pemimpin, baik di ranah domestik terlebih lagi di ranah publik.

Demikianlah sekelumit gambaran ketimpangan gender di Indonesia, dan anehnya tidak semua kalangan mampu melihat kondisi tersebut sebagai masalah sosial yang krusial. Disinilah pentingnya analisis gender. Suatu alat analisis yang dapat membantu seseorang mengenali dan mengidentifikasi masalah-masalah sosial di sekitarnya yang disebabkan karena relasi gender yang timpang.

 

Bagaimana memahami hukum Islam?

     Islam sebagai agama pada hakikatnya nya terlihat pada aspek nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Salah satu bentuk elaborasi dari nilai-nilai kemanusiaan itu adalah pengakuan yang tulus terhadap kesetaraan dan kesatuan manusia. Semua manusia adalah setara dan berasal dari sumber yang satu, yaitu Tuhan. Di hadapan Tuhan, yang membedakan diantara manusia hanyalah prestasi dan kualitas takwanya. Bicara soal, taqwa hanya Tuhan semesta memiliki hak prerogatif untuk melakukan penilaian bukan manusia.

Umat Islam hampir sepakat mengenai pentingnya ijtihad, yakni penggunaan akal pikiran dalam memahami hukum-hukum Tuhan. Ijtihad merupakan suatu kebutuhan dasar, bukan hanya setelah Rasul tiada, bahkan ketika masih hidup. Sebab menurut Wahab Khalaf, pakar hukum Islam ternama meskipun Alquran mengandung ketentuan hukum yang cukup rinci namun jumlahnya amat sedikit dibandingkan dengan begitu banyaknya persoalan manusia yang memerlukan ketentuan hukum.

 

Mayoritas umat Islam meyakini bahwa semakin ketat memegangi makna literalis teks dipandang sebagai semakin dekat dengan Islam, sebaliknya semakin jauh seseorang meninggalkan makna tekstual tersebut dipandang semakin jauh dari Islam. Memahami posisi perempuan dalam Islam harus tetap mengacu kepada sumber-sumber Islam yang utama yakni Alquran dan Sunnah. Sedangkan pemaknaan non-literal terhadap teks-teks suci agama dan Alquran dan Sunnah mengacu kepada tujuan tujuan hakiki syariat atau yang lazim disebut dengan Maqashid Al Syariah. Berangkat dari teori maqashid al-syariah ini, Ibnu muqaffa mengklasifikasikan ayat-ayat Alquran ke dalam dua kategori yakni ayat ushuliyyah ini dan ayat furu'iyah.

Fiqih adalah formulasi pemahaman Islam yang digali dari Alquran dan Sunnah, karena itu tentu saja sifatnya tidak absolut dan tidak pasti. Sebagai hasil rekayasa cerdas pemikiran manusia, tidak ada jaminan bahwa pandangan itu tidak mengandung kesalahan atau kekeliruan di dalam dirinya. Suatu hasil ijtihad biasanya selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosio-kultural dan Sosio-historis masyarakat disekitarnya atau pada masa kehidupan ulama tersebut.

Oleh karena itu, suatu hasil ijtihad tidak mungkin berlaku abadi untuk semua manusia sepanjang masa.

 

 

Dinamika hukum Islam dan gerakan feminisme dalam organisasi Nahdlatul ulama.

         Gambaran mengenai gerakan feminisme di Indonesia, terutama di kalangan Islam belumlah lengkap tanpa Bagaimana isu isu feminisme diperbincangkan di lingkungan organisasi NU. Danu selama ini dikenal sebagai suatu gerakan islam tradisional, khususnya dalam pandangan dan pemahamannya mengenai pemikiran Islam.

Para pengamat umumnya melihat sosok Gus Dur sebagai tokoh yang merintis pemikiran liberal di NU. Ia diakui banyak memberikan perlindungan pada generasi muda NU yang haus akan pemikiran baru.

Sebetulnya, Gus Dur sendiri memprediksikan bahwa dalam dekade terakhir ini telah terjadi proses identifikasi diri yang luar biasa di tubuh NU. Di dalam tubuh NU muncul gagasan reformasi dan transformasi yang apresiatif terhadap upaya upaya membangun masyarakat Indonesia muncul gagasan yang apresiatif terhadap demokrasi, hak asasi, pluralisme, dan unsur-unsur masyarakat sipil modern lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa komunitas NU ternyata merupakan suatu komunitas dengan vitalitas yang cukup untuk menyerap dan berhubungan dengan perubahan sosial dalam bentuknya yang rasional tanpa harus kehilangan pesan pesan moralnya.

Menarik dicatat bahwa Munas NU tersebut secara intens membahas masalah demokrasi dan hak asasi manusia, 2 isu itu sedang menjadi tema pokok dalam setiap diskursus ilmiah, baik dalam formal nasional maupun internasional. Kedua isu itu ama terkait dengan pembicaraan soal kesetaraan gender yang menjadi isu global saat ini. Terlepas dari kontroversi penilaian orang luar terhadap maklumat tadi yang penting digarisbawahi bahwa diakhir maklumat tersebut terbaca komitmen NU yang begitu kuat untuk meningkatkan partisipasi perempuan. Di sana tertulis bahwa NU bertekad memprakarsai transformasi kultur kesetaraan yang pada gilirannya mampu menjadikan perempuan sebagai dinamisator pembangunan nasional dalam era globalisasi dengan memberdayakan perempuan Indonesia pada proporsi yang sebenarnya.

Salah satu faktor menonjol yang menghambat kemajuan perempuan NU adalah karena mayoritas mereka tidak mengetahui hak-haknya yang dijamin oleh agama. Salah satu penyebabnya adalah karena pada umumnya kitab-kitab fiqih yang dipakai di kalangan Pesantren NU, hampir semuanya buah karya laki-laki dan kemudian diajarkan oleh laki-laki sehingga mudah dimengerti jika prasangka dan kepentingan kaum laki-laki sangat mewarnai pembahasannya. Tidak heran kalau ajaran yang sosialisasi di masyarakat sarat dengan muatan nilai-nilai yang bias laki-laki.

 

Kalangan perempuan NU mestinya berani tampil dan mengambil peran dalam upaya rekonstruksi fiqih tersebut, sebab kitab fiqih rupanya tidak selalu monopoli kaum laki-laki. Martin Van bruinessen menuturkan bahwa di antara kitab fiqih yang banyak dibaca di Indonesia terdapat tulisan perempuan. Kitab dimaksud adalah kitab perukunan Jamaludin buah karya seorang perempuan bernama Fatimah, salah seorang cucu syekh Arsyad Al banjari. Identitas pengarang yang sebenarnya sengaja disembunyikan sesuai dengan anggapan yang sudah mapan bahwa mengarang kitab merupakan pekerjaan laki-laki. Tidak mustahil kalau digali secara luas akan diketemukan kitab kitab fiqih lainnya hasil karya perempuan. Fakta tersebut sudah seharusnya menggugah kesadaran kritis perempuan NU untuk melakukan refleksi terus-menerus dalam rangka memajukan perempuan.

 

Sumber

Musdah Mulia, 2013. Hukum Islam dan Dinamika Feminisme dalam Organisasi Nahdlatul Ulama. Jurnal Al Ahkam Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Walisongo. Vol 23, No 1.

About Nilna_husnayain

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Maecenas euismod diam at commodo sagittis. Nam id molestie velit. Nunc id nisl tristique, dapibus tellus quis, dictum metus. Pellentesque id imperdiet est.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Translate

Latest in Tech

logo

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Proin tempus pellentesque consectetur.

Morbi tincidunt commodo dui, eu fringilla dui iaculis ac. Vestibulum viverra iaculis dignissim. Ut condimentum